Berikut adalah contoh makalah yang bisa dijadikan Refrensi untuk pembuatan tugas perkuliahan ataupun renungan terhadap isi di dalamnya; Semoga Bermanfaat:
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ilmu merupakan sesuatu yang amat penting bagi manusia. Dan menuntut ilmu merupakan suatu kewajiban dalam agama Islam baik bagi Muslim laki-laki maupun perempuan, karena sudah tertera jelas perintah menuntut ilmu di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis. Manusia telah dianugerahkan oleh Allah yaitu akal, supaya digunakan untuk berpikir dan mengembangkan diri dan terhindar dari kebodohan.
Orang yang berilmu (‘alim) dan orang yang tidak berilmu, tentu saja memiliki perbedaan-perbedaan. Orang yang berilmu diberikan kedudukan dan derajat yang lebih tinggi oleh Allah Swt. Allah menjunjung tinggi orang yang mencari ilmu, serta terdapat keutamaan-keutamaan bagi penuntut ilmu yang menerapkan perilaku sebagai orang yang berilmu, yang terdapat dalam suatu hadis Nabi Muhammad Saw. Yaitu: “Barangsiapa yang berjalan menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalannya menuju surga.”(HR.Ahmad)
2. Rumusan Masalah
1. Apa yang disebut dengan pengetahuan manusia?
2. Bagaimana bunyi dalil serta penjelasan dari perilaku orang berilmu?
3. Bagaimana perbedaan orang berilmu dan orang yang tidak berilmu?
3. Tujuan
1. Mengetahui tentang pengetahuan manusia
2. mengetahui dan memahami dalil tentang perilaku orang yang berilmu
3. mengetahui dan memahami perbedaan perbedaan dari orang berilmu dan orang yang tidak berilmu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengetahuan Manusia
Ilmu pengetahuan adalah anugrah yang sangat agung, dan rahasia Illahi yang paling besar dari sekian banyak rahasia Allah di alam ini. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhalifahan dimuka bumi, yang memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya.[1]
Orang yang berpengetahuan dan yang tidak berpengetahuan, tentu saja memiliki perbedaan-perbedaan. Seperti yang terkandung dalam surat Az-Zumar (39):9.
Sesungguhnya orang yang dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul Albab, yakni orang-orang yang cerah pikirannya.[2]Yang berarti yaitu orang-orang yang berpengetahuan dan berakal budi.
Menurut A. Yusuf Ali meringkas sumber pengetahuan manusia menjadi 3, yakni wahyu, rasio, dan indera yang tidak terlepas dari pedoman ilmu utama yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis. Menurut pola Al-Qur’an, pengetahuan manusia diperoleh dari wahyu atau penobatan secara ketuhanan atau pengetahuan yang absolut (haqq al-yaqin), rasionalisme atau kesimpulan yang didasari pada keputusan dan penilaian/pengharapan fakta-fakta (al-‘ilm al-yaqin), serta melalui empirisme dan persepsi yaitu dengan menggunakan observasi, eksperimen dan semacamnya (‘ain al-yaqin).[3]
B. Dalil Perilaku Orang Berilmu
Surat Az-Zumar (39) ayat 9:
Ø£َÙ…َّÙ†ْ Ù‡ُÙˆَ Ù‚َانِتٌ آنَاء اللَّÙŠْÙ„ِ سَاجِدًا ÙˆَÙ‚َائِÙ…ًا ÙŠَØْØ°َرُ الْآخِرَØ©َ ÙˆَÙŠَرْجُÙˆ رَØْÙ…َØ©َ رَبِّÙ‡ِ Ù‚ُÙ„ْ Ù‡َÙ„ْ ÙŠَسْتَÙˆِÙŠ الَّØ°ِينَ ÙŠَعْÙ„َÙ…ُونَ ÙˆَالَّØ°ِينَ Ù„َا ÙŠَعْÙ„َÙ…ُونَ Ø¥ِÙ†َّÙ…َا ÙŠَتَØ°َÙƒَّرُ Ø£ُÙˆْÙ„ُوا الْØ£َÙ„ْبَابِ ﴿Ù©﴾
Artinya: “(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Apakah akan sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan?” Yang akan ingat hanyalah semata-mata orang-orang yang mempunyai akal budi.”
a. Tafsir Al-Azhar
Pada ayat diatas kita ketahui bahwa, Nabi disuruh lagi oleh Tuhan menanyakan, pertanyaan untuk menguatkan hujjah kebenaran; “Katakanlah! Apakah akan sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan?” pokok dari semua pengetahuan ialah mengenal Allah. Tidak kenal kepada Allah sama artinya dengan bodoh. Karena kalaupun ada pengetahuan, padahal Allah yang bersifat Maha Tahu, bahkan Allah itupun bernama ‘ilmun (pengetahuan), samalah dengan bodoh. Sebab dia tidak tahu akan kemana diarahkannya ilmu pengetahuan yang telah didapatkannya itu. “yang akan ingat hanyalah semata-mata orang-orangyang mempunyai akal budi.” (ujung ayat 9)
Sampai kelangit pun pengetahuan, Cuma kecerdasan otak. Belumlah dia mencukupi kalau tidak ada tuntunan jiwa. Iman adalah tuntunan jiwa yang akan jadi pelita bagi pengetahuan manusia.
Albab diartikan akal budi. Dia adalah kata banyak dari lubb, yang berarti isi, intisari atau teras. Dia adalah gabungan diantara kecerdasan akal dan kehalusan budi. Dia meninggikan derajat manusia.[4]
b. Tafsir Al-Mishbah
Setelah ayat yang lalu mengecam dan mengancam orang-orang kafir, ayat diatas menegaskan perbedaan sikap dan ganjaran yang akan mereka terima dengan sikap dan ganjaran bagi orang-orang yang beriman. Allah berfirman : apakah orang-orang yang beribadah secara tekun dan tulus di waktu-waktu malam dalam keadaan sujud dan berdiri secara mantap demikian juga yang ruku, dan duduk atau berbaring, sedangkan ia terus menerus takut kepada siksa akhirat dan dalam saat yang sama senantiasa mengharapkan rahmat Tuhannya sama dengan mereka yang baru berdoa saat mendapat musibah dan melupakan-Nya ketika memperoleh nikmat serta menjadikan bagi Allah sekutu-kutu? Tentu saja tidak sama! Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui hak-hak Allah dan mengesakan-Nya dengan orang-orang yang tidak mengetahui hak Allah dan mengkufuri-Nya?”Sesungguhnya orang yang dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul Albab, yakni orang yang cerah pikirannya.[5]
c. Tafsir Al-Munier
Setelah Allah menerangkan perihal sifat-sifat buruk orang kafir, Allah memberikan perbandingan antara sifat-sifat mereka dengan sifat-sifat orang beriman – yakni tidak berserah diri kecuali hanya pada Allah SWT., Allah sebutkan:
1. Apakah orang kafir itu lebih baik keadaan dan tempat kembalinya, ataukah orang beriman pada Allah, yang selalu taat dan tunduk, selalu dalam keadaan beribadah kepada Rabb-nya (baik dalam keadaan tidur, duduk, ataupun berdiri; di sepanjang malam), di samping itu mereka juga takut adzab akhirat dan juga mengharapkan belas kasihNya.
(bentuk pertanyaan yang tak perlu jawaban (istifhaam inkaariy/ bentuk pertanyaan yang berarti pengingkaran), artinya: orang beriman lebih baik daripada orang kafir.
2. Apakah sama, antara orang yang mengetahui (‘alim/ pandai) dengan orang yang tidak mengetahui (jahil/ bodoh), Sesungguhnya tiada lain yang bisa mengambil pelajaran hanyalah orang-orang yang mempunyai pikiran/ akal (ulul albaab).
3. Tidak sama antara 2 kelompok ini:
‘alim (orang yang mengetahui): dia ketahui kebenaran dan mau mengamalkan serta istiqomah padanya.
jahil (orang yang bodoh): dia ketahui kebenaran akan tetapi ia tidak mau untuk mengamalkan, atau mereka tak ketahui kebenaran dan kebathilan juga tidak mau untuk mengetahuinya.
4. Pelajaran yang dapat diambil dari ayat di atas adalah:
a. Orang beramal di malam hari lebih terjaga niatnya (aman dari sifat riya’)
b. Orang yang tunduk (pada Allah) slalu mempergunakan waktunya untuk beribadah kepadaNya. baik di waktu duduk, berdiri, bahkan dalam keadaan berbaring.
c. Keutamaan Qiyaamul lail.
d. Orang-orang yang tidak bisa mengambil pelajaran (‘ibroh).
e. Ayat ini menunjukkan atas ‘kesempurnaan manusia’ bilamana mereka mempunyai 2 hal pokok; yakni, ilmu dan amal (wujud konsekuensi atas ilmu yang ia punya)[6].
d. Tafsir Al-Maraghi
Setelah Allah SWT menerangkan sifat-sifat orang musyrik, maka dilanjutkan dengan menyebutkan hal-ihwal orang-orang Mu’min yang tekun melakukan ketaatan, yaitu yang hanya bersandar dan mengharapkan rahmat serta takut kepada adzab-Nya. Kemudian Allah SWT menegaskan tentang tidak ada kesamaan antara orang yang taat dan orang yang bermaksiat diantara keduanya, dan memperingatkan tentang keutamaan ilmu dan betapa mulianya beramal berdasarkan ilmu.
Allah berfirman: ”Katakanlah, apakah sama orang yang mengetahui pahala yang akan mereka peroleh bila melakukan ketaatan kepada Tuhan mereka dan mengetahui hukuman yang akan mereka terima bila mereka bermaksiat kepada-Nya, dengan orang-orang yang tidak mengetahui hal itu. Yaitu orang-orang yang merusak amal perbuatan mereka.”
Perkataan tersebut menunjukan bahwa orang-orang yang pertama mencapai derajat kebaikan tertinggi, sedang yang lain jatuh ke dalam jurang keburukan. Dan hal itu tidaklah sulit dimengerti oleh orang-orang yang sabar dan tidak suka membantah. Kemudian, Allah SWT menerangkan bahwa hal tersebut hanyalah dapat dipahami oleh setiap orang yang memiliki akal. Karena orang-orang yang tidak tahu, seperti yang telah disebutkan, dalam hati mereka terdapat tutup sehingga tidak dapat memahami suatu nasihat, dan tidak berguna bagi mereka suatu peringatan.
Pada ujung surat Az-Zumar ayat 9 disebutkan, sesungguhnya yang dapat mengambil pelajaran dari hujjah-hujjah Allah dan dapat menuruti nasihat-Nya dan dapat memikirkannya, hanyalah orang-orang yang mempunyai akal dan pikiran yang sehat, bukan orang-orang yang bodoh dan lalai. Kesimpulannya, sesungguhnya yang mengetahui perbedaan antara orang yang tahu dengan yang tidak tahu hanyalah orang yang mempunyai akal pikiran yang sehat, yang dia pergunakan untuk berpikir.[7]
C. Perbedaan Orang Berilmu dan Orang Tak Berilmu
Dalam QS.Az-Zumar ayat 9, Allah SWT membedakan antara orang yang berilmu dan orang yang jahil. Keduannya tidak sama. Seperti halnya antara orang buta dan orang yang melihat, kegelapan dan cahaya, orang yang hidup dan mati, manusia dan hewan, serta antara penghuni surga dan penghuni neraka.[8]
Melihat dari beberapa tafsir surat Az-Zumar ayat 9, dapat disimpulkan bahwa perbedaan orang berilmu dan orang tak berilmu jelas berbeda, berikut diantaranya:
1. Orang yang berilmu akan mudah meluruskan niat serta akhlaqnya untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT karena memiliki iman yang merupakan pelita bagi jiwa yang berpengetahuan dan tidak mudah goyah, berbeda dengan orang yang jahil akan mudah goyah dan terpengaruh.
2. Orang yang berilmu adalah orang yang takut kepada Allah dan azhab-Nya.
3. Orang yang berilmu cenderung memiliki kehalusan budi dan mengedepankan kecerdasan akal.
4. Orang yang berilmu akan tau tata cara mengamalkan ilmu yang telah didapatkannya, sedangkan orang yang tidak berilmu, tidak tau apa yang akan diamalkannya serta bagaimana tatacara mengamalkannya serta cenderung berdiam diri menerima kejumudan.
5. Orang yang berilmu dapat menangkap suatu pelajaran atau hikmah disetiap kejadian dan mensyukurinya, sedangkan yang tidak berilmu cenderung tidak dapat menangkap suatu pelajaran bahkan peringatan dan tidak mengetahui hak Allah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan adalah anugrah yang sangat agung, dan rahasia Illahi yang paling besar dari sekian banyak rahasia Allah di alam ini. Dengan ilmu pengetahuan, manusia dikukuhkan menjadi pembawa risalah kekhalifahan dimuka bumi, yang memiliki kewajiban untuk memakmurkan dan mengembangkannya.
Dalam Al-Qur’an Surat Az-Zumar ayat 9, menjelaskan tentang perbedaan orang-orang yang taat dan berpengetahuan dengan orang-orang yang jahil atau tidak berpengetahuan. Dengan perbedaan salah satunya yaitu orang yang berpengetahuan cenderung menggunakan akalnya untuk senantiasa berpikir agar bisa mengambil pelajaran kemudian mengamalkannya serta untuk meluruskan akhlaq maupun aqidah untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT dan orang yang berilmu yaitu orang yang takut akan Allah dan azhab-Nya. Berbeda dengan orang jahil atau tidak berilmu, mudah terpengaruh pada sesuatu dan tidak dapat mengambil suatu pelajaran atau Ibrah karena cenderung berdiam diri dalam kejumudan.
Adapun sumber utama ilmu yaitu Al-Qur’an dan Hadis, dan terdapat pula 3 sumber manusia berpengetahuan yaitu melalui wahyu, rasio, dan indera.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghiy, Ahmad Mustafa. 1992. Tafsir Al-Maraghiy Juz XXIII. Semarang: CV Toha Putra
Hamka. 1982. Tafsir Al Azhar Juz XXIV. Jakarta: Pustaka Panjimas
http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.com/2014/01/makalah-tafsir-surat-az-zumar-ayat-9.html, Diakses pada 6 september 2018, 09:21.
Munir, Ahmad. 2008. Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan. Yogyakarta: Teras
Qardhawi, Yusuf. 1998. Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati
Shihab, M.Quraish. 2012. Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an. Tangerang: Lentera Hati
Siswanto. 2011. Epistimologi Pendidikan Islam. Jurnal Cendekia, Vol. 9, No.1: 8
[1] Ahmad Munir, Tafsir Tarbawi Mengungkap Pesan Al-Qur’an tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2008), h. 94
[2] M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah al-Qur’an, (Tangerang: Lentera Hati, 2012), h.420
[4] Hamka, Tafsir Al Azhar Juz XXIV, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), h.18
[5] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 195-196
[7] Ahmad Mustafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy Juz XXIII, (Semarang: CV Toha Putra, 1992) h. 260-261
[8] Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Gema Insani, 1998), h. 93
0 Komentar